Review Film Father Stu: Biografi Seorang Pastor yang Tidak Membosankan

Menonton film biografi tentang seorang pastor mungkin terdengar membosankan alih-alih merasa hangat atau tersentuh. Tapi, film biografi yang satu ini akan membuat kalian merasa terwakili dengan berbagai pemikiran dan kegamangan yang terucap lewat dialog demi dialog. Sebab, kalian akan menyaksikan kisah hidup dan perjalanan Stuart Long yang dikemas dalam film Father Stu arahan sutradara dan penulis Rosalind Ross. Bagaimana kisah lengkapnnya? Simak review film Father Stu dariku berikut ini!

A bit about the movie

Father Stu adalah film keluaran tahun 2022, tepatnya pada bulan April. Film ini terinspirasi dari kisah nyata seorang pastor bernama Stuart Long. Tak seperti kisah para pastor yang sudah pernah kutonton sebelumnya, film ini bukan hanya memperlihatkan bagaimana seorang pastor memperjuangkan kehidupan selibat atau justru bermain api asmara di tengah kaul kekalnya, melainkan juga tentang bagaimana seseorang harus berani memaafkan dan menerima kehidupan serta dirinya sendiri.

Film ini menceritakan tentang seorang mantan petinju asal Helena, Montana (sebuah negara bagian Amerika Serikat) yang harus pensiun setelah operasi rahang. Ia kemudian berjuang untuk menemukan kembali makna hidupnya. Pencarian makna hidup inilah yang mengantarkan Stuart Long (Mark Wahlberg) menjadi pegawai sebuah swalayan daging segar, pengisi acara TV, hingga akhirnya menjadi seorang pastor.

Jika penjelasan di atas terdengar cukup egois dan hanya berbicara soal konflik dalam diri Stuart Long saja, tentu kalian salah. Film ini juga menjelaskan bagaimana kehidupan Stuart Long dibentuk, termasuk masa kecil, penderitaan yang ditanggungnya, dan kemarahan yang ia genggam selama puluhan tahun. Selain itu, film ini juga melibatkan kisah asmara yang unik antara Stuart Long dengan seorang guru sekolah Minggu bernama Carmen (Teresa Ruiz). Lalu, mengapa Stuart Long pada akhirnya tetap menjadi seorang pastor? Kalian bisa menontonnya sendiri di Netflix atau membaca habis review film Father Stu ini.

A phrase that hits me hard

Menonton film ini pada akhir pekan tentu menjadi keputusan yang sangat tepat. Pasalnya, jika kalian sering bosan mendengarkan homili (khotbah) romo di gereja, aku rasa film ini bisa menjadi salah satu bentuk “khotbah” lain yang memberi warna baru setelah selesai menontonnya. Sebab, Stuart Long tidak berangkat dari keluarga yang sudah lama agamis, malahan sebaliknya. Di samping itu, ia juga pernah mengenyam kehidupan luar yang begitu keras: menjadi seorang petinju. Bukan berarti kehidupan para romo yang masuk sekolah seminari sejak SMA tidak keras, tapi kehidupan Stuart Long ini rasanya lebih banyak dialami oleh orang awam. Maka, tak heran bila kegelisahan, pertanyaan, dan ungkapan-ungkapan yang keluar darinya (barangkali) bisa mewakili sebagian besar isi kepala kalian saat ini.

Ada salah satu ucapan Stuart Long dalam film yang membuatku terhenyak beberapa detik. Berikut kutipannya:

“God’s forgiveness is contingent upon us forgiving others. That’s the deal.”

Saat mengucapkan doa Bapa Kami, karena telah terlalu sering, kadang kala aku hanya melafalkannya sebagai sebuah hafalan belaka. Aku sendiri sering lupa bahwa ada kalimat yang berbunyi, “Berilah kami rejeki dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami.” Kalimat dalam doa Bapa Kami inilah yang tampaknya mendasari ucapan Stuart Long saat masih dalam masa sekolah untuk menjadi seorang pastor.

Lebih lengkapnya, sambil menunjuk patung Yesus yang disalib, Stuart Long mengatakan, “He ain’t come to condemn the world, make us cower in shame for our sins. He came to forgive us.” Kalian merasa sudah mendengar ucapan tersebut ratusan kali? Sebentar, kalimatnya belum sepenuhnya selesai. Stuart Long kemudian melanjutkan dengan, “Think about it. We ask Jesus to forgive us, our trespasses, as we forgive those who trespass against us. God’s forgiveness is contingent upon us forgiving others. That’s the deal. It ain’t easy to do.

It ain’t easy to do.” Penekanan Stuart Long di akhir terdengar sangat melegakan, seolah-olah ia juga sedang berkhotbah untuk dirinya sendiri yang (pada masa lalu) sering melampiaskan kemarahan akibat kematian saudaranya, Stephen, pada orang tua atau lawannya di ring tinju. Kemarahan Stuart Long memang merujuk pada banyak hal, mulai dari kedua orang tuanya, kematian Stephen, akhir kariernya di ring tinju, bahkan (mungkin) juga progressive muscle disorder yang menghampirinya.

What do I feel when watching this movie?

Menonton film Father Stu yang berdurasi total 2 jam 4 menit tentu tidak terasa. Pasalnya, sebagai sebuah karya biografi, film ini cukup komplet dengan isu-isu keluarga, karier, percintaan, pencarian jati diri, kemarahan pada Tuhan, kegamangan, sampai akhirnya menemukan kembali makna kehidupan. Dialog-dialog yang terucap dari seorang Stuart Long pada masa awal dirinya akan memasuki kehidupan selibat juga cukup mewakili kegaduhan yang barangkali juga kalian alami pada saat ini. Bahkan, karena konflik sudah dimunculkan cukup awal, aku sempat dua kali salah memperkirakan ending film ini.

I assume the wrong ending twice LoL

Aku sempat mengira, film ini akan bercerita tentang kegigihan Stuart Long yang ingin menjadi pastor dan tak berhasil ditahbiskan karena mengalami cacat fisik. Pasalnya, dirinya memang sempat ditolak dan akhirnya kembali ke rumah orang tuanya. Kupikir, ia akan menjalani sisa hidupnya bersama orang tua dan kawan-kawan lamanya, seperti bujuk rayu ibunya pada masa awal Stuart Long masuk ke seminari.

Meski agak was-was dan takut merasa kecewa jika prediksi tersebut benar-benar terjadi, pada akhirnya perkiraanku terpatahkan juga. Stuart Long yang sudah berpakaian rapi kemudian dibawa oleh ayahnya yang juga telah berpakaian jas lengkap. Sesampainya di gereja, Carmen kembali menampakkan dirinya. Aku kira, film ini akan berujung pada pernikahan Stuart Long bersama Carmen, seorang guru sekolah Minggu itu. Ternyata, prediksiku yang kali ini pun masih salah. Ciamik, benar-benar ciamik untuk meliuk-liukkan pemikiran penonton!

Do you have bunch of question about God? Watch this movie!

Apa lagi yang harus kukatakan mengenai film ini? Selain bisa mewakili keresahan-keresahan yang kalian miliki soal Tuhan, film ini barangkali juga bisa mengisi kekosongan akhir pekan kalian. Seringkah kalian berpikir untuk melakukan satu hal atau menyelesaikan satu tontonan yang setidaknya bisa meringankan sedikit beban di pundak? Kalau demikian adanya, film Father Stu mungkin bisa menjadi jawaban bagi jiwa-jiwa kalian yang gundah gulana itu! Sudahlah, semoga review film Father Stu dariku tidak membuat kalian berpikir terlalu lama untuk menyaksikannya di platform streaming film. I’ll see you again next week!

Tinggalkan komentar