Review Film Lady Chatterley’s Lover: Skandal Percintaan Bangsawan

Adakah di antara kalian yang sudah pernah menonton film Lady Chatterley’s Lover? Film pertama kalo dirilis di Inggris pada 25 November 2022 ini sudah bisa disaksikan lewat platform streaming film, Netflix. Meski rilis pada abad 21, tapi kisah ini mengambil latar waktu pada abad 20 sebagai hasil adaptasi dari novel karangan D. H. Lawrence yang berjudul serupa.

Sebagai sebuah karya ekranisasi, apakah film Lady Chatterley’s Lover yang disutradarai Laure de Clermont-Tonnerre punya sudut pandang dan alur yang sama? Jika tidak, bagaimana perbedaan dari keduanya dan bagaimana dampak terhadap penikmat karya seni ini? Berikut review film Lady Chatterley’s Lover dariku untuk teman akhir pekan kalian.

Ekranisasi dari Novel Lady Chatterley yang Terakhir

Film Lady Chatterley’s Lover yang kini bisa kalian saksikan di Netflix ternyata memang sebuah karya ekranisasi dari novel karangan D. H. Lawrence. Namun, ternyata film ini bukanlah adaptasi dari novel pertamanya, melainkan dari novel edisi ketiga atau yang terakhir. Beberapa dari kalian mungkin tahu bahwa D. H. Lawrence memang menggarap tiga versi novel berjudul serupa, alih-alih merevisi novel versi pertamanya. Karena metode yang ia gunakan adalah menulis ulang, tentu saja detail-detail pada setiap novelnya berbeda, meski tetap memiliki kerangka utama yang sama.

Menduga Alasan Laure de Clermont-Tonnerre

Lantas, mengapa sutradara film Lady Chatterley’s Lover memilih novel edisi ketiga atau yang terakhir daripada dua versi lainnya? Barangkali Laure de Clermont-Tonnerre mempertimbangkan novel ini sebagai edisi paling final dari seorang D. H. Lawrence. Namun, di samping itu, mungkin ia juga mempertimbangkan novel edisi keduanya yang sudah pernah diadaptasi dalam film berjudul serupa, Lady Chatterley, yang rilis pada 2006.

Meski begitu, mengutip salah satu sumber, dirinya pun mengakui adanya perbedaan yang cukup signifikan dari novel edisi kedua dan ketiganya. Laure de Clermont-Tonnerre menyebut bahwa novel edisi kedua lebih less-complicated daripada versi terakhirnya. Ia kemudian menerangkan bahwa pekerjaan Parkin atau Oliver Mellors di novel keduanya bukanlah bekas tentara yang pernah berjuang dalam medan perang. Inilah yang kemudian membuat novel tersebut lebih sederhana karena tidak melibatkan dua orang penting dalam skandal kisah cinta.

Perbedaan Novel dan Film Lady Chatterley’s Lover

Tak hanya novel edisi kedua dan ketiganya yang punya perbedaan kompleksitas, ekranisasi novel ke film ini ternyata juga memberikan hasil akhir yang cukup berbeda. Setelah membaca salah satu sumber, ternyata ada perbedaan pada akhir cerita dalam novel dan dalam film The Chatterley’s Lover ini.

Dalam film, kisah Connie Reid (Lady Chatterley) dan Oliver Mellors berakhir bahagia. Connie menerima surat dari Oliver, kemudian menyusul kekasihnya itu sampai ke kediamannya. Mereka kemudian berpelukan diiringi voice over Oliver Mellors yang membacakan suratnya pada Connie.

Di samping itu, versi novelnya memberikan alur dan kisah yang lebih realistis, meski itu lebih sulit diterima. Novel karangan D. H. Lawrence ini tak membuat proses cerai Connie Reid dan suaminya, Clifford Chatterley, semudah yang ada dalam film. Hal ini membuat Oliver Mellors hanya bisa berkirim surat pada Connie dan menyatakan harapannya agar bisa segera hidup berdampingan.

Akhir Cerita yang Terkesan Terlalu Enteng

Menurutku, novel memang tak pernah memberikan versi yang lebih manis dan memuaskan penikmatnya. Banyak sekali novel-novel yang berakhir tragis atau dipenuhi tanda tanya. Meski begitu, karya ekranisasinya justru malah memperlihatkan hal yang sebaliknya.

Akhir cerita film Lady Chatterley’s Lover yang sudah tayang di Netflix tentu lebih bisa diterima daripada benar-benar mengeksekusi versi novel yang sesungguhnya. Namun, happy ending yang ditampilkan dalam film ini juga membuatku sedikit bertanya-tanya, “Mengapa proses melepas segala sesuatunya terasa sangat mudah?”, “Jika memang semudah itu, mengapa Connie Reid tak menjalin ‘beberapa kisah cinta’ saat dirinya ditinggal perang oleh Clifford?”

Quote dalam Film Lady Chatterley’s Lover

Di sisi lain, Clifford juga tampak tak punya perlawanan kuat untuk tidak menceraikan Connie. Percakapan soal perceraian di antara mereka hanya berlangsung selama beberapa menit saja pada bagian akhir film, sebelum benar-benar selesai. Bahkan, perdebatan mereka soal hak asuh anak yang dikandung Connie juga terasa kurang bermakna besar bagi keberlangsungan kehidupan sosial Clifford, padahal dirinya yang pertama kali membahas isu soal anak.

Terlepas dari penampilan Connie yang terlihat begitu enteng melepas segalanya, ada sebuah kata-kata mutiara yang mungkin menjadi alasan mengapa keduanya (Connie dan Oliver) begitu mudah mengesampingkan hal-hal duniawi demi mendapat sebuah cinta sejati. Berikut penggalan isi surat Oliver Mellors pada Connie yang dibacakan pada bagian akhir film:

“There’s a little flame between us. It’s always burning. And I’ve come to believe that tending a fire like that is purpose enough for any life.”

Lady Chatterley’s Lover (2022)

Meski film ini menimbulkan sedikit pertanyaan, tapi sebagian besar dari diriku merasa puas dan hangat setelah menonton film Lady Chatterley’s Lover saat akhir pekan. Jika kalian senang dengan film-film berlatar waktu lawas, tak ada salahnya untuk memasukkan film ini dalam wacthlist kalian. Lebih tak ada ruginya lagi jika kalian menyebarkan review film Lady Chatterley’s Lover ini ke orang-orang terdekat xixixi. I’ll see you again next week!

Tinggalkan komentar